Pages

Senin, 16 Januari 2012

Pesan Albert Einstein (1938)

PESAN KEPADA MAHASISWA CALIFORNIA INSTITUTE OF TECHNOLOGY MENGENAI HAKEKAT NILAI DAN ILMU

Rekan-rekan yang Muda Belia,

Saya merasa bahagia melihat Anda semua di hadapan saya, sekumpulan orang muda yang sedang mekar yang telah memilih bidang keilmuan sebagai profesi.

Saya berhasrat untuk menyanyikan hymne yang penuh puji, dengan refrain kemajuan pesat di bidang keilmuan yang telah kita capai, dan kemajuan yang lebih pesat lagi yang akan Anda bawakan. Sesungguhnya kita berada dalam kurun dan tanah air keilmuan. Tetapi hal ini jauh dari apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan. Lebih lanjut, saya teringat hubungan ini kepada seorang muda yang baru saja menikah dengan seorang istri yang tidak terlalu menarik dan orang muda itu ditanya apakah dia merasa bahagia atau tidak. Dia lalu menjawab “Jika saya ingin mengatakan yang sebenarnya, maka saya berdusta.”


Begitu juga dengan saya. Marilah kita perhatikan seorang Indian yang mungkin tidak beradab, untuk menyimak apakah pengalaman dia memang kurang kaya ataukah kurang bahagia dibandingkan dengan rata-rata manusia yang beradab. Terdapat arti yang sangat maknawi dalam kenyataan bahwa anak-anak dari seluruh penjuru dunia yang beradab senang sekali bermain meniru-niru Indian.

Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawaban yang sederhana adalah --- karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar.

Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian dia membikin hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu. Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin, dimana setelah hari-hari yang panjang dan monoton kebanyakan dari mereka pulang dengan rasa mual, dan harus terus gemetar untuk memperoleh ransum penghasilan yang tak seberapa. Kamu akan mengingat tentang seorang tua yang menyanyikan sebuah lagu yang jelek. Sayalah yang menyanyikan lagu itu, walau begitu, dengan sebuah itikad, untuk memperlihatkan sebuah akibat.

Adalah tidak cukup bahwa kamu memahami ilmu agar pekerjaanmu akan meningkatkan berkah manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis, perhatian kepada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda --- agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan. Janganlah kau lupakan hal ini di tengah tumpukan diagram dan persamaan. (Albert Einstein, 1938)

Dari Jujun S. Suriasumantri (1978), “Ilmu dalam Perspektif”, Gramedia,Jakarta, hal 248-249

2 komentar:

  1. AlBert Enstin jika tahu Quran pasti akan bahagia yang sebenarnya, karena yang dirasakannya Haq bahagia itu apa? maka selalu ada penyesalan, dan semua orang akan merasa menyesal jika tak mengenal Allah seutuhnya, karena manusia sampai mati tak akan mengenal dirinya, padahal dalam quran sudah disebutkan Sifat Allah yang pertama, Rahman Rahim, dan semua manusia tidak akan merasa adil jika sifat rahman rahimnya Allah tidak dilakukan, karena inti keadilan adalah saling menyayangi, maka disitulah akan bisa dirasakan kebahagiaan yang purna, jika tidak sampai matipun tak akan merasa bahagia, karena hati seseorang akan selalu gundah gulana karena timbul saling permusuhan dan selalu rasa takut yang muncul, mungkinkah akan mencapai kebahagiaan sesuai Allah kehendaki, baru bisa terjadi jika sesama manusia saling menghormati, menghargai, mengakui, dan tidak saling bermusuhan hatinya.

    BalasHapus
  2. AlBert Enstin jika tahu Quran pasti akan bahagia yang sebenarnya, karena yang dirasakannya Haq bahagia itu apa? maka selalu ada penyesalan, dan semua orang akan merasa menyesal jika tak mengenal Allah seutuhnya, karena manusia sampai mati tak akan mengenal dirinya, padahal dalam quran sudah disebutkan Sifat Allah yang pertama, Rahman Rahim, dan semua manusia tidak akan merasa adil jika sifat rahman rahimnya Allah tidak dilakukan, karena inti keadilan adalah saling menyayangi, maka disitulah akan bisa dirasakan kebahagiaan yang purna, jika tidak sampai matipun tak akan merasa bahagia, karena hati seseorang akan selalu gundah gulana karena timbul saling permusuhan dan selalu rasa takut yang muncul, mungkinkah akan mencapai kebahagiaan sesuai Allah kehendaki, baru bisa terjadi jika sesama manusia saling menghormati, menghargai, mengakui, dan tidak saling bermusuhan hatinya.

    BalasHapus