Ketika kita membeli suatu benda bekas. Katakanlah membeli mobil atau motor bekas. Sebelum kita melihat mobil atau motor tersebut untuk dibeli, kita bertanya “Bagaimana kondisinya?”. Sering dijawab “ … standard …” Persepsi kita adalah suatu kondisi tertentu bahwa barang tersebut sesuai dengan harga yang ditawarkan, atau kita tidak memiliki persepsi apapun mengenai kondisi barang tersebut. Kata “standard” sama sekali tidak menginformasikan mengenai mutu (yang baik) barang tersebut tetapi hanya persepsi mengenai kesesuaian.
Ketika terjadi kerusuhan aparat keamanan mengatakan “sudah memenuhi prosedur standard” Dengan beberapa korban yang terluka atau meninggal merupakan akibat dari tindakan ini, menjadi sebuah pertanyaan Komnas HAM, mengapa bisa terjadi?. Dari kasus ini bahwa suatu standard yang telah dibakukan secara operasionalpun tidak menjamin akibat yang sama (mutu yang diharapkan). Operator bertindak tidak terkendali. Dalam hal ini, manusia sebagai operator dipengaruhi secara subjektif oleh keputusan-keputusannya sendiri.
Jadi, apakah sebuah SOP dapat menjaminkan suatu hasil yang diharapkan ? Belum tentu (artinya ya atau tidak) bergantung kepada operator pelaksananya. Dengan mempertimbangkan “manusia” dalam menyusun SOP seperti ini harus dijadikan pertimbangan untuk menyusun sejauh mana deviasi yang dapat ditoleransi (atau tidak ada sama sekali). Manusia, sejauh dipengaruhi atau menyangkut suatu kepentingan tidak akan lepas dari emosi yang subjektif. Karena melibatkan manusia yang sering bergerak diluar kendali yang telah dibakukan, akibatnya bisa saja terjadi penyimpangan terhadap Standard Prosedur yang telah dibakukan atau sering kita sebut “human error”.
Oleh karena sebuah SOP hanyalah merupakan sebuah prosesi (protokoler -- tatalaksana) yang disusun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan untuk menghasilkan akibat yang optimum, yang diharapkan. Penyimpangan dengan hasil yang berbeda terhadap harapan dari suatu prosedur tersebut baik yang berakibat lebih buruk maupun lebih baik merupakan penyimpangan dari suatu proses yang telah dibakukan. Kedua-duanya merupakan potensi dan bahan pertimbangan untuk mengubah dan merekontruksi penyusunan Standard Prosedur kemudian. Mutu adalah hal lain yang diukur dari kepuasan konsumen (yang dilayani) -- (Quality is customer satisfaction). Karena keterbatasannya (terutama berkaitan dengan hukum, aturan-aturan dan tujuan serta dinamikanya), sebuah SOP belum tentu dapat memuaskan semua pihak baik sebagai pelayan maupun yang dilayani. Maka sebuah SOP adalah sebuah “living document” yang terus menerus dapat diperbaiki untuk tujuan-tujuan yang berakibat “baik” yang diharapkan atau direncanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar